Sunday 5 February 2012

Mobil Toyota Rush hitam itu tiba-tiba berhenti di depan Kantor Partai Demokrat di Jl Pengayoman. Saat yang sama seorang pengendara sepeda motor di belakangnya tak mampu menahan laju motornya dan menabrak mobil tersebut dari belakang. Kap motor pemuda itu pun copot.

Wanita pengendara Toyota Rush itu turun dari mobilnya. Pria ringkih yang menabrak itu langsung minta maaf sambil menyedekapkan kedua tangannya di dada. Tetapi wanita berjilbab itu tidak menggubris. Dia bergegas mencabut kunci motor sang pemuda. Selanjutnya sibuk mondar-mandir melihat bagian belakang mobilnya yang kena tabrak. Nyaris tak ada yang lecet. Hanya klep box lampu belakang yang terlepas.

Meski tidak dihiraukan, dengan perasaan bersalah, sang pemuda terus meminta maaf. Posisi tangannya tidak berubah. Tetap sedekap. Tetapi sikap wanita itu….

Jangankan memberi maaf. Melihat ke arah pria yang mengiba minta maaf itupun tidak dia lakukan. Ah…. Betapa sulitnya bibir wanita yang saya taksir berusia antara 30-40 tahun itu untuk tersenyum.

Di luar dugaan belasan orang yang ada di tempat itu, si pemuda duduk bersedekap bermaksud mencium kaki sang wanita sebagai bukti kesungguhannya memohon maaf.

Namun Subhanallah…. wanita itu tetap kukuh dengan sikap arogannya. Suara azan pertanda salat Asar yang bergema dari menara salah satu masjid di kawasan Panakkukang tak mampu melunakkan hati wanita itu.

Dalam hati, saya hanya bergumam, Ya Allah … apakah wanita itu terlahir dari rahim seorang wanita sama seperti orang meminta maaf di depannya? Ataukah dia lahir dari sebongkah batu karang sehingga hatinya tertutup serapat itu?

Di luar kesadaran, saya yang berdiri di depan kantor Koran Tempo Makassar bergeser mendekat lokasi kejadian. Jaraknya cukup dekat, hanya sepelemparan batu. Dua karyawan Koran Tempo juga bergegas ke tempat itu. Saya mengamati pelat nomor polisi mobil yang dikendarai wanita itu. Nomornya tiga digit dengan kode area OE.

Tak lama kemudian, wanita itu naik ke mobilnya dan hendak meninggalkan tempat kejadian. Sang pemuda masih mengiba. Rupanya, kunci motor itu masih dipegang wanita tersebut. Ketika mobilnya hendak bergerak, spontan saya berkata, “Ibu kalau mau pergi, silakan tetapi kunci motor orang ini tolong diserahkan dulu.”

Hal yang sama dilakukan juga beberapa orang yang sudah mulai berkerumun. Bahkan, juru parkir dengan logat Makassarnya yang kental berujar “keterlaluanna anjo ibuka padahal dia juga salah karena rem mendadak.

Saat itulah, baru wanita tersebut menoleh ke wajah sang pemuda sembari menyerahkan kunci motor dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya memegang kemudi. Sementara wajah wanita berkaos ketat di sebelah sang ibu itu hanya menatap lurus ke depan.

Dengan peluh yang masih membasahi wajahnya pria itu tetap mengucap terima kasih ibu. Ucapan yang sama dia sampaikan juga kepada semua orang yang bersimpati kepadanya di tempat itu.

Saya yang berada di dekatnya hanya sempat berujar… sudahlah pulanglah dek. Allah melihat apa yang terjadi hari ini atas dirimu. Sikapmu dalam meminta maaf juga sudah lebih dari cukup. Tak pantas rasanya ibu berperilaku seperti itu. Semoga Allah memaafkan kesalahanmu.(rusdy embas)

0 comments:

Post a Comment