Friday 17 December 2010

Pagi itu, Haji Abdul Hafid duduk memandangi Pasar Butung yang baru saja dilalap si Jago Merah. Sejumlah petugas pemadam kebakaran masih terlihat menyemprotkan air. Di halaman depan pasar pun terlihat banyak orang berkerumun. Ada pemilik toko/kios namun ada juga warga sekitar yang sekadar datang menyaksikan sisa kebakaran.
“Cappu’ maneng,” kata Abdul Hafid dalam bahasa Bugis sembari menerawang. Ucapan Abdul Hafid itu menyiratkan kepedihan mendalam. Dua kata itu seolah mewakili suara hati pemilik kios yang kena musibah kebakaran di pasar yang dibangun tahun 1917 silam itu.
Ya, cappu’ maneng artinya habis semuanya. Meski terlihat kusut, namun Abdul Hafid berupaya tetap tegar. Bukan hanya keuntungan usaha yang dia bangun selama puluhan tahun yang sirna dalam sekejap, tetapi modal pun ikut tergerus.
“Sudah sepuluh tahun pasar baru hasil renovasi itu saya tempati. Sekitar Rp 1,7 miliar harta yang saya kumpulkan melayang dalam sekejap,” kata Abdul Hafid yang sudah berjualan sebelum Pasar Butung direnovasi menjadi pasar modern.
Sebelum Pasar Butung direnovasi, pria berusia 49 tahun ini memiliki dua kios di pasar tersebut. Tetapi setelah direnovasi menjadi pasar modern, pria asal Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan, ini mampu membeli tiga unit kios di lantai satu.
Abdul Hafid mengaku menderita kerugian sekitar Rp 1,7 miliar. Karena ketiga kiosnya baru saja diisi stok barang yang baru tiba dari Pasar Tanah Abang Jakarta. Mulai dari baju anak-anak hingga busana orang dewasa.
“Kita tak perlu menyesali apa yang telah terjadi. Tidak perlu pula mencari apa dan siapa yang salah dalam musibah ini. Yang kami butuhkan adalah langkah pemerintah dan pengelola untuk segera mencarikan jalan keluar agar kami bisa segera jualan kembali. Kalau perlu buat penampungan sementara seperti yang dilakukan ketika pasar ini direnovasi sepuluh tahun lalu,” kata Abdul Hafid.
Secara terpisah, Haji Nasrun yang juga memiliki tiga kios di dalam pasar tersebut mengaku menderita kerugian sekitar Rp 1,3 miliar. Setiap kiosnya dia taksir menampung barang senilai sekitar Rp 400-an juta.
“Itu baru kerugian barang jualan. Belum termasuk harga kios,” kata Haji Nasrun yang secara khusus menjual pakaian seragam anak sekolah.
Sama seperti Haji Abdul Hafid, Haji Nasrun pun berharap pengelola dan pemerintah segera bertindak agar pedagang bisa segera beraktivitas kembali.
Sambil menunggu kesepakatan antara pemerintah daerah sebagai pemilik pasar, pengelola yang membangun dan mengoperasikan pasar dengan pemilik atau pengguna kios, Nasrun mencari tempat yang sekiranya bisa digunakan sebagai tempat berjualan sementara.

Untung Mendadak
Ketika banyak orang masih seolah tidak percaya dengan musibah yang telah menimpa mereka, di salah satu sudut jalan, sekitar 50 meter dari Pasar Butung, tepatnya di sudut Jl Butung dan Jl Sarappo, terjadi kesibukan berbeda.
Ya, di sudut jalan itu, memang berdiri tegar sebuah bangunan berlantai tujuh yang sudah puluhan tahun dibangun, namun belum difungsikan secara maksimal. Lantai satu bangunan milik perusahaan angkuta barang Parma Jaya itu memang sudah disekat seperti kios layaknya pasar.
Bahkan, beberapa tahun lalu, pemiliknya sudah menawarkan kios tersebut untuk disewakan kepada sejumlah pedagang di Pasar Butung. Harganya pun masih belasan juta rupiah per tahun hingga musibah kebakaran menimpa Pasar Butung.
Namun, sehari setelah Pasar Butung terbakar, harga sewa kios tersebut melonjak menjadi Rp 24 juta atau Rp 25 juta per tahun. Itu pun banyak yang antre untuk bisa mendapatkan kios untuk berjualan sementara, sambil menunggu perbaikan kios mereka di Pasar Butung.
“Di lantai satu ini, saya memiliki 40 unit kios. Kalau semuanya sudah terisi saya persilakan yang lain mengisi yang di lantai dua. Kalau berminat saya bisa mengerjakannya dan menyelesaikannya dalam waktu dua minggu, kata Ny Wijaya Kusuma, pemilik bangunan yang terletak di depan Kantor Lurah Butung, Kecamatan Wajo, Kota Makassar itu.
Sejumlah pedagang terlihat sudah langsung menggelar barang dagangannya di lantai satu bangunan tersebut. Itu mereka lakukan karena tak ingin kehilangan pelanggan setia mereka.
“Saya harus segera menyewa kios ini karena hampir setiap hari langganan saya dari berbagai daerah datang berbelanja. Saya tidak ingin mereka beralih ke tempat lain untuk berbelanja,” kata Haji Kardi, yang dua unit kios dan isinya ikut terbakar.
Pria berputra tiga ini tak ingin terlalu lama berdiam diri. Setelah mendapatkan hak sewa atas kios milik Parma Jaya di Jl Butung No 75-77 Makassar itu, barang dagangannya yang masih tersisa langsung di masukkan kedalam kios.
Meski dua buah kiosnya ikut terbakar, pria ini masih memiliki sejumlha barang dagangan karena tidak semua barangnya dibawa ke pasar, tetapi disimpan di rumahnya yang relatif luas. Rupanya rumah tinggalnya dijadikan tempat penampungan barang sebelum dimasukkan ke dalam kios.

Gelar Pertemuan
Ketua Asosiasi Pedagang Pasar Butung, Iqbal Hasan, langsung menggelar pertemuan dengan anggota asosiasi. Hasil pertemuan itu akan dijadikan dasar untuk mendesak pemerintah dan pengelola mencarikan solusi terbaik bagi pedagang.
“Jika secara teknis, bangunan ini bisa segera ditempati untuk berjualan kami berharap pemerintah dan pengelola segera menyampaikannya secara resmi kepada pedagang agar kami bisa segera beraktivitas,” kata Iqbal.
Iqbal mengatakan, meski belum melakukan penghitungan secara detail tetapi jika dihitung secara kasar total kerugian pedagang diperkirakan mencapai Rp 200-an miliar.
“Jika diasumsikan setiap kios diisi barang jualan bernilai antara Rp 500 juta sampai Rp 600 juta maka kerugian ditaksir sekiatr dua ratusan miliar,” kata Iqbal yang pernah tercatat sebagai pegawai pada Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sulawesi Selatan.
Nilai taksiran Iqbal itu belum termasuk harga barang yang tersimpan dalam kios yang dijadikan tempat penampungan barang atau gudang di lantai tiga.
Menurut Iqbal, pemerintah harus segera bertindak. Keberadaan Pasar Butung ini sangat penting. Tidak hanya akan mempengaruhi pedagang di Sulsel saja. Pasar Tanah Abang Jakarta pun akan terkena dampaknya.
“Sekitar 80 persen barang yang diperdagangkan di pasar ini berasal dari Pasar Tanah Abang. Pembeli pun bukan hanya pedagang dari daerah di Sulsel saja, sehingga dampak dari kevakuman kegiatan di pasar ini tidak hanya akan mempengaruhi perekonomian di Sulsel,” kata Iqbal.(rusdy embas)

1 comments: