Thursday 19 January 2012

Masih segar dalam ingatan, sikap sinis sejumlah pejuang keadilan dan masyarakat umum terhadap perilaku jajaran penegak hukum di negeri ini yang mempengadilankan anak di bawah umur gara-gara dituduh mencuri sandal milik salah seorang aparat penegak hukum. Benarkah hukum hanya untuk kalangan bawah yang tak berdaya melawan kekuasaan?

Selain AAL di Palu, daftar panjang rakyat kecil yang dijerat hukum pun masih berderet di seantero negeri ini. Mereka terpaksa mengambil sesuatu yang bukan haknya karena tak mampu membeli atau bahkan mungkin itu mereka lakukan sekadar untuk mengganjal perut. Ini semakin mempertegas keyakinan bahwa hukum lebih mudah diterapkan untuk rakyat yang termarjinalkan.

Pekan-pekan terakhir ini, makin banyak berita miris yang menimpa rakyat kecil di Sulawesi Selatan. Dan tanpa ampun mereka diseret ke ranah hukum. Prosesnya pun amat sangat cepat nan ringkas.

Ini sangat berbeda dengan kasus dugaan mega korupsi. Sebaut misalnya kasus dugaan korupsi dalam pengadaan lahan pembangunan proyek Celebes Convention Center (CCC) di kawasan Tanjung Bunga yang diduga melibatkan banyak petinggi lokal Sulsel. Atau kasus dugaan korupsi pada penyaluran dana bansos pemerintah Sulsel yang ditengarai merugikan negara miliaran rupiah.

Di Sinjai seorang warga diadili gara-gara dituduh mencuri 0,5 ons merica. Ya…. Bukan sekilo emas yang bisa membuat anak negeri yang serba kekurangan itu kaya mendadak. Sekali lagi.... setengah ons merica. Bukan sebongkah emas atau segepok dolar.

Di Sidrap, seorang tokoh masyarakat melaporkan anak berusia 11 tahun gara-gara ayam petelur miliknya terganggu oleh lemparan batu sang anak yang sejatinya diarahkan ke seekor burung yang bertengger di pohon tak jauh dari kandang ayam milik sang tokoh.

Di Desa Kanjilo Barombong Kabupaten Gowa, seorang anak berusia 15 tahun mendekam di balik jeruji besi gara-gara dilapor oleh tetangganya mencuri besi tua. Anak yang sudah ditinggal kedua orang tuanya ini sementara menunggu proses hukum. Melihat penangan sejumlah kasus yang menimpa rakyat tak mampu melahirkan pertanyaan yang cukup menggoda. Mengapa aparat penegak hukum bisa bereaksi amat sangat cepat jika target yang disasar adalah rakyat kecil?

Tidak elok rasanya membandingkan perlakuan yang dinikmati oleh mereka yang secara sadar menjarah kekayaan negara untuk memperkaya diri. Apa mungkin karena dengan kekuasaan dan kekayaan yang mereka miliki semuanya bisa mereka lakukan? Sebuah tanya yang tak perlu dijawab karena rakyat kebanyakan sudah tahu jawabannya secara kasat mata terpampang di depan mereka melalui penanganan rentetan kasus.(rusdy embas)

0 comments:

Post a Comment