Thursday 9 August 2012

Dapatkah Anda memprediksi apa yang akan terjadi esok hari? Dan bagaimana persiapan menghadapi masa depan itu? Bagaimana pula jika seseorang tiba-tiba butuh biaya besar yang mendesak untuk digunakan namun tidak pernah diprediksi sebelumnya? Rangkaian pertanyaan seperti ini akan menghasilkan jawaban yang berbeda dari setiap orang.Ini sekelumit kisah tentang seorang yang memilih cara lain menyiapkan warisan buat keluarganya.

Darna selama ini “hanya” menjadi ibu rumah tangga murni. Kebutuhan rumah tangga dipikul oleh suaminya sebagai pencari nafkah tunggal dalam menghidupi tiga anak-anaknya yang masih kecil-kecil. Anak sulungnya baru saja menginjakkan kaki di sekolah menengah atas ketika bapaknya tiba-tiba dipanggil Yang Maha Pencipta.

Kepala Darma laksana ditimpa batu besar ketika mendengar kabar bapak dari anak-anaknya meninggal kecelakaan dalam perjalanan pulang ke rumah setelah mencari nafkah. Bisa dipahami kegundahan Darma yang tiba-tiba ditinggal pergi sang suami yang menjadi tulang punggung keluarga. Sosok yang menjadi pelindung dan pencari nafkah tunggal buat keluarga.

Mata Darna terus berkaca-kaca. Apalagi rumah tangga yang mereka arungi hampir dua puluh tahun menghadirkan empat anak sebagai bukti buah cinta mereka. Kini kisah manis itu akan berakhir dan harus berubah. Suka atau tidak. Sang suami tak lagi hadir di antara mereka.

Bukan hanya kepergian mendadak sang suami yang membuat pandangan Darna nanar sehingga nyaris tak mengenali lagi para tetamu yang datang menyatakan bela sungkawanya. Tetapi bayangan kelam untuk kelanjutan hidupnya sebagai single parent untuk membesarkan anak-anaknya bagai palu godam yang bertalu-talu meremukkan hatinya.

Darna sama sekali belum punya rencana masa depan untuk melakoni kehidupan bersama anak tanpa didampingi suami. Apalagi, tabungan yang disisihkan setiap bulan tidaklah seberapa.

Detik demi detik berlalu. Pemakaman pun usai sudah. Para tetamu sudah pamit satu demi satu. Namun ada satu orang pria yang tidak dikenal oleh Darma masih duduk-duduk di kursi tamu di bawa tenda.

Ketika tamu makin berkurang pria itu mendekat Darna dan menyatakan rasa belasungkawa mendalam. Reaksi Darna biasa saja. Senyumnya kaku. Sambil berucap terima kasih, mata Darna masih saja menerawang mengingat kebersamaan sang suami yang kini telah mendahuluinya menghadap Sang Pencipta.

Sang tamu yang berdiri di depannya dan tetap tersenyum. Maaf Ibu, saya teman almarhum. Saya kenal beliau dua tahun terakhir. Saya turut berduka cita atas menimpa ibu. Semoga ibu diberi ketabahan menghadapi cobaan ini. Darna bergeming. Matanya tetapmenatap ruang kosong.

Sang tamu melanjutkan pembicaraan. Saya bekerja di sebuah perusahaan asuransi di kota ini. Dua tahun lalu, suami ibu menjadi nasabah kami. Dalam kaitan itulah saya ingin menyampaikan bahwa ada warisan buat ibu dan anak-anak yang almarhum investasikan di perusahaan kami. Mungkin almarhum belum sempat menyampaikan itu kepada ibu bahwa beliau memiliki polis asuransi yang diterbitkan perusahaan kami.

Besok saya akan datang lagi ke sini untuk membantu ibu menguruskan administrasi untuk mendapatkan santunan yang menjadi hak ibu dan anak-anak sebagai ahli waris almarhum. Ibu tidak perlu repot-repot ke kantor, kami akan membantu menguruskan dan memproses administrasinya sampai ibu menerima uang pertanggungan dari perusahaan kami.

Informasi dari orang yang tidak dikenalnya namun mengaku sebagai konsultan keuangan perusahaan asuransi yang menjadi teman suaminya membuat menerbitkan semangat baru di hati Darna. Meski jumlah uang pertanggungan yang bakal dia terima belum dia ketahui jumlahnya.

Sepeninggal pria yang mengaku teman suamianya itu, kesedihan Darna bukannya berkurang tetapi justru membuat air matanya kembali membanjir membasahi pipinya. Dia tak pernah menduga jika suaminya sudah menyiapkan asuransi sebagai pengganti warisan bagi istri dan anak-anaknya.

Dan seperti janji sang konsultan asuransi itu, keesokan harinya, dia datang lagi membawa kabar gembira untuk keluarga almarhum. Kepada Darna dia menginformasikan bahwa santunan yang akan diterimanya di atas Rp 100 juta. Mendengar kabar itu, Darna tak kuasa menahan perasaan hatinya. Dia jatuh pingsan.

Ketika sadar dan teringat orang uang mengaku kenalan suaminya, Darna masih serasa mimpi. Tetapi orang itu masih ada dan tetap menunggu. Dia tetap senyum mencoba menghibur hati Darna agar tegar menghadapi jalan yang sudah digariskan Yang Maha Kuasa.

Kisah bisa memberi inspirasi untuk melirik asuransi sebagai pilihan investasi. Sebab kalau pun tidak terjadi risiko terhadap tertanggung maka uang yang diinvestasikan akan tetap tumbuh. Salam Ikhlas. (Rusdy Embas)

0 comments:

Post a Comment