Friday 11 October 2013

Biasanya kita menyaksikan mahasiswa berdemo melakukan penutupan jalan untuk menyatakan penolakan mereka terhadap sebuah kebijakan pemerintah. Dan aksinya itu hampir selalu mengatasnamakan kepentingan rakyat. Tapi demo mahasiswa yang terjadi di Jalan Boulevard, Kamis (10/10/13), berbeda dari biasanya. Ada apa ya?

Siang itu, sekelompok pemuda yang mengaku mahasiswa melakukan aksi penyegelan beberapa rumah makan di Jl Boulevard, di antaranya, RM Cobek-cobek, RM Steak, dan RM Apong.

Mereka menyegel rumah makan tersebut karena dinilai melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 17 tahun 2006. Mereka minta seluruh rumah makan yang beroperasi di jalan itu tutup sementara karena tidak mempunyai lahan parkir sehingga mengganggu pengguna jalan yang lain. Cara berpikir yang seharusnya digunakan juga saat kelompok mereka berdemo dan menutup jalan sambil membakar ban bekas yang jelas-jelas sangat mengganggu kelancaran arus lalu lintas.

Aksi itu jelas mengundang sejumlah tanda tanya. Layakkah mahasiswa melakukan tindakan itu? Menyegel tempat usaha yang memiliki izin resmi dari pemerintah kota? Taruhlah pengusaha rumah makan itu melakukan pelanggaran, tetapi bukankah itu merupakan domain pemerintah kota untuk menindaknya?

Sekelompok mahasiswa itu seolah-olah bertindak dan mengambil alih peran aparat pemerintah kota dalam hal penertiban pebisnis yang dianggap cenderung mengabaikan ketentuan yang harus mereka penuhi. Khususnya, terkait penyediaan lahan parkir bagi pengujungnya.

Tetapi kenapa aksi itu tiba-tiba menyeruak? Dan itu mereka lakukan “hanya” terhadap ketiga rumah makan tersebut? Mengapa pula para penjual kaki lima yang secara kasat mata menggunakan pedestrian untuk berjualan tidak diusik?

Niat baik kadang mengundang kecurigaan berbagai pihak jika itu dilakukan secara parsial dan terkesan hanya untuk kelompok tertentu. Tapi ya … itulah yang terjadi, hanya mereka yang tahu kenapa dan untuk apa tindakan itu dilakukan.

0 comments:

Post a Comment