Monday 11 November 2013

Salah satu bangunan di belakang Menara Phinisi Universitas Negeri Makassar terbakar lagi. Pelakunya ditengarai orang dalam. Dan pemicunya konon hanya gara-gara tersinggung lantaran tidak dipercaya oleh rekannya sesama mahasiswa dari fakultas lain. Tapi kenapa emosi mahasiswa begitu mudah tersulut?

Entah apa yang ada di benak si pembakar kampus itu. Jika itu dilakukan oleh oknum mahasiswa maka statusnya sebagai “terpelajar” layak dipertanyakan, tetapi jika yang bersangkutan bukan mahasiswa, bagaimana mungkin dia bebas melenggang masuk kampus dan melakukan perbuatan sangat-sangat tercela itu?

Sulit rasanya mempercayai fakta itu. Kampus tempatnya belajar dibakar. Untuk apa itu dilakukan? Cari popularitas? Atau sekadar gagahan? Jika ingin populer, lakukanlah sesuatu yang mendatangkan decak kagum. Itu baru namanya gagah. Meski itu hanya populer untuk lingkungan belajar saja dulu. Yah sebuah prestasi.

Miris rasanya menyaksikan perilaku yang cenderung bar-bar itu. Membakar kampus hanya untuk memuaskan hasrat piciknya dengan mengabaikan kepentingan yang lebih besar dan untuk kepentingan orang yang lebih banyak.

Sudah saatnya, para pengambil kebijakan, khususnya di lingkungan kampus tersebut, bertindak lebih tegas dan keras. Oknum mahasiswa yang diyakini sebagai pembakar kampus itu tak layak lagi dipertahankan sebagai kader calon pemimpin bangsa. Negeri ini tidak butuh pemimpin bermental bar-bar. Pemimpin yang hanya layak hadir di zaman primitid. Dan kita tentu tak ingin kembali ke zaman batu itu.

Selain tindakan tegas dari para pimpinan di lingkungan kampus yang sebelumnya dikenal sebagai kawah cadradimukanya para pahlawan tanpa tada jasa itu, proses hukum di kepolisian juga harus tetap berjalan. Karena perbuatan tersebut sudah merupakan tindak kriminal.

Menarik ditunggu hasil dari investigasi atas kasus tersebut. Bagaimana endingnya. Apakah akan berakhir dengan tindakan brilian dari rektorat da kepolisian. Ataukah menguap dan hilang tak berbekas.***

0 comments:

Post a Comment