Wednesday 5 February 2014

Sedih juga membaca berita di sejumlah media yang menyebut Direktur Percetakan dan Penerbitan Sulawesi bermasalah. Bahkan sempat dianggap melarikan diri ke Bandung. Kasus yang menjeratnya penggelapan pajak. Yang bersangkutan menjadi kasir di Pedoman Rakyat ketika bendera koran tersebut masih berkibar perkasa.

Harian Pedoma Rakyat Makassar sudah lama tidak terbit. Media lokal yang mengklaim diri sebagai koran perjuangan itu memang sudah lama “ngos-ngosan”. Perjalanannya mulai tersendat, sejak tidak lagi ditangani langsung oleh salah satu pilarnya, LE Manuhua. Tokoh pers yang cukup disegani. Sosok yang dikenal luas secara nasional.

Saya bekerja di Pedoman Rakyat, ketika koran tersebut masih berjalan stabil. Saya masih merasakan model kepemimpinan LE Manuhua. Setelah bekerja sekitar 10 tahun, saya hengkang dari koran yang berkantor di Jl Arief Rate Makassar tersebut. Memilih bergabung dengan sebuah koran yang akan terbit di Makassar. Meski sudah tidak bekerja lagi di Pedoman Rakyat. Saya tetap saja merasa sebagai keluarga besar koran tersebut. Saya masih banyak berkomunikasi dengan teman-teman. Saya masih sering mampir, meski hanya sekadar ngobrol. Bahkan, hingga kini masih sering berkomunikasi dengan sesama mantan wartawan Pedoman Rakyat.

Banyak hal yang tidak bisa saya lupakan dari Pedoman Rakyat. Di koran itu saya belajar menjadi wartawan. Selama menjadi wartawan di media itu, tidak terbilang lagi pengalaman yang saya lewati. Khususnya perjalanan jurnalistik ke berbagai daerah. Saya bisa menjelajahi sejumlah daerah terpencil hanya karena Saya wartawan Pedoman Rakyat.

Maka ketika Saya membaca media pagi ini, saya terhenyak melihat nama anak bungsu LE Manuhua diberikatakan sebagai tersangka penggelapan pajak. Kenapa? Salah satunya adalah karena orang tuanya saat memimpin Pedoman Rakyat pernah tercatat sebagai salah satu pembayar pajak terbaik di daerah ini. Dan itu diganjar piagam penghargaan.

Ini menjadi salah satu lembara buram tentang Pedoman Rakyat. Karena berita itu menyebut-nyebut Pedoman Rakyat. Karena secara formal, Percetakan Sulawesi bukanlah Pedoman Rakyat. Meski di mata publik banyak yang menyebut Percetakan Sulawesi dan Pedoman Rakyat ibarat dua sisi mata uang.

Walau Pedoman Rakyat sudah lama tutup, Saya yang belajar, bertumbuh, dan berkembang sebagai wartawan di Pedoman Rakyat tetap bangga pernah menjadi bagian dari koran perjuangan tersebut. Silaturahmi dengan sesama alumni pun tetap terjalin.***

0 comments:

Post a Comment