Monday 18 March 2013

Hari itu, Sabtu, 16 Maret 2013, sinar matahari belum terlalu terik. Sebuah Toyota Rush warna silver parkir di halaman Kafe Baca. Sesaat kemudian, seorang pria berkemeja kotak warna gelap turun dari mobil tersebut. Sambil melambaikan tangan, salah satu komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Mamasa, Sulawesi Barat, itu melangkah ke Kafe Baca.

Ternyata, teman lama datang berkunjung. Saya yang saat itu duduk santai di teras di Kafe Baca bersama salah seorang teman, menyambut kedatangan mantan Wartawan Pedoman Rakyat yang juga berprofesi sebagai pengacara itu. Derai tawa menemani kami bercanda, sambil menunggu kedatangan teman-teman mantan Wartawan Pedoman Rakyat yang lain.

Pedoman Rakyat adalah tempat kami menimba ilmu jurnalistik. Dalam nada canda, koran yang terbit perdana, Saptoe 1 Maret 1947 (sesuai ejaan terbitan perdana koran tersebut) sering kami sebut sebagai kawah candradimuka. Itu karena tidak sedikit wartawan yang kini menyebar di sejumlah media nasional, lahir dari rahim salah satu koran perjuangan tersebut.

Kedatangan Ely Sambominanga, membangkitkan kembali memori masa lalu kami. Sejak hengkang dari Pedoman Rakyat sepuluh tahun silam, inilah pertemuan kembali kami untuk pertama kalinya. Kala itu Ely Sambominanga yang saya lebih sering sapa Elsam sudah pulang kampung setelah dinyatakan lolos sebagai komisioner KPU di daerahnya. Waktu itu masih Kabupaten Polmas.

Dan beberapa bulan setelahnya, saya pun meninggalkan Pedoman Rakyat untuk bergabung dengan Tribun Timur. Koran yang didirikan oleh Grup Kompas dan Grup Bosowa, yang waktu sedang dalam persiapan penerbitan di Makassar. Meski kini, saya sudah tidak lagi menjadi bagian dari Tribun Timur.

Perbincangan tanpa topik itu pun mengalir liar. Satu persatu kawan-kawan lama berdatangan. Diawali Mahyudin, disusul Rusli Kadir, Yusuf Akib, Yahya Mustafa, Insan Ikhlas Jalil, dan Arumahi. Sebagian teman yang sebelumnya berjanji akan hadir, tidak bisa memenuhi keinginannya karena ada kesibukan lain yang tidak bisa ditinggalkan.

Berkumpul dengan teman-teman lama yang pernah sama-sama bekerja dalam satu tim membangkitkan kembali memori indah di antara kami. Termasuk kenangan tentang kerja keras dan perjuangan tak kenal lelah teman-teman untuk tetap memertahankan eksistensi Pedoman Rakyat di tengah kerasnya persaingan media.

Jelang sore, satu persatu teman-teman pamit untuk melanjutkan kegiatan masing-masing. Kami masih sempat saling berjanji untuk bertemu melepas kangen jika teman-teman mantan Wartawan Pedoman Rakyat lainnya untuk tetap menjalin silaturahmi. Dan Kafe Baca di Jl Adhyaksa No 2 Makassar sebagai tempat ngumpul-ngumpulnya.(Rusdy Embas)

0 comments:

Post a Comment