Monday 4 January 2016

Kemana perginya rasa kemanusiaan yang dimiliki bangsa ini? Sudah separah itukah sifat mereka yang memiliki kewenangan memanfaatkan fasilitas Negara yang dibeli menggunakan uang rakyat? Kekuasaan (meski dalam skala kecil) memang kadang membuat seseorang lupa tentang jati dirinya.

Betapa teganya mereka menyaksikan jenazah salah seorang anak bangsa yang terpaksa diangkut menggunakan mobil yang biasa digunakan memuat ikan, sementara di saat yang sama ada sebuah mobil ambulance yang menganggur di tempat yang sama. Di sebuah puskesmas di Kabupaten Maros. Di tempat pelayanan kesehatan bagi masyarakat kebanyakan itulah tersaji cerita tentang hilangnya rasa dan empati yang dimiliki bangsa ini.

Betapa mirisnya menyaksikan gambar jenazah yang diusung ke atas sebuah mobil puck up tak beratap. Gambar yang diposting ke media sosial itu cukup menyentuh. Bagaimana mungkin itu dibiarkan terjadi di puskesmas. Parahnya lagi di situ ada mobil ambulance yang saya yakin dibeli menggunakan uang rakyat.

Kasus penolakan pihak puskesmas mengangkut jenazah menggunakan mobil ambulance di Puskesmas Cenrana Maros, Rabu (30/12/2015) itu bukanlah kasus pertama di Sulsel. Beberapa bulan sebelumnya, terjadi juga kasus serupa di salah satu puskesma di Kabupaten Sinjai. Hanya saja, insiden di Kabupaten Maros itu menjadi lebih heboh karena salah seorang keluarga yang berduka memposting beberapa gambar di media sosial.

Insieden itu memantik kembali pertanyaan yang sudah lama menggantung. Bagaimana kabar kesehatan gratis? Apakah sudah raib bersamaan menguapnya rasa empati mereka yang bertugas di Puskesmas Cenrana Maros itu? Kalau untuk menggunakan ambulance yang sementara menganggur di puskesmas saja tidak bisa dilakukan bagaimana mungkin kita dengan bangga bisa berbicara tentang kesehatan gratis lagi?

Tidak adil memang jika peristiwa di Maros dan Sinjai menjadi patokan untuk mengukur kinerja puskesmas lainnya. Apalagi membandingkannya dengan program kesehatan gratis yang sudah bergulir sejak beberapa tahun lalu. Tetapi contoh kasus di dua puskesmas di kabupaten berbeda itu mengkonfirmasikan kepada kita semua bahwa ada yang tidak beres dalam pelayanan kesehatan kepada publik. Ada hal mendasar yang harus segera dibenahi agar kasus serupa tidak terulang lagi.

Kasus di Maros itu menjadi kado akhir tahun bagi pemerintah. Bukan hanya di Maros, tetapi di Sulawesi Selatan pada umumnya. Sebab tidak menutup kemungkinan ada kasus serupa yang terjadi di tempat lain namun tidak terungkap di permukaan dengan beragam penyebab. Bisa jadi tidak ada berani melaporkan kasusnya. Atau bisa jadi juga publik sudah apatis karena menganggap laporan itu tidak ada gunanya.

Karena pada akhirnya kasusnya akan dianggap selesai dengan berbagai dalih. Kasusnya selesai tanpa tindakan yang berarti kepada mereka yang seharusnya bertanggung jawab.*****

0 comments:

Post a Comment