Saturday 13 September 2014

Rumah seorang perwira polisi di kawasan Pasar Pannampu, dikepung dan dilempari batu oleh massa yang marah. Pengepungan baru berakhir, setelah tentara turun tangan. Mengapa massa emosi dan berani melempari rumah seorang perwira polisi?

Insiden tersebut tentulah tidak bisa dilihat sebagai perlawanan warga terhadap polisi sebagai sebuah institusi, karena berdasarkan pemberitaan, emosi warga tersulut oleh sikap salah oknum polisi tersebut yang menampar seorang sopir yang kebetulan memarkir kendaraannya, di depan rumah sang polisi.

Jika melihat efek perisitiwa tersebut yang masih berlangsung hingga keesokan harinya, meski hanya dalam skala kecil, muncul pertanyaan besar benarkah tamparan terhadap sopir bisa memicu aksi sedahsyat itu? Bukankah warga Bugis Makassar tidak seberingas itu?

Semoga tamparan itu hanya sebuah pemicu dari sebuah dendam yang tersimpan lama di dalam hati warga setempat. Bagaimana mungkin polisi yang berdiam di sekitar pasar justru menjadi sasaran amukan oleh warga yang nota bene adalah tetangga sendiri? Peristiwa ini sangat menarik agar menjadi pelajaran bagi semua pihak.

Ketika massa sementara berkumpul di depan rumahnya dan mulai melakukan pengrusakan, sebagai tetangga yang baik seharusnya ada tokoh masyarakat setempat yang bisa muncul meredam emosi yang sedang menggelora. Ataukah memang petuah tokoh-tokoh masyarakat setempat sudah menjadi peneduh bagi warganya? Sangat menarik menunggu ending dari kasus ini, karena bisa menjadi bahan pembelajaran, bagi oknum petugas ringan tangan. Bukankah menegur dengan cara yang santun sebagaimana layaknya orang timur sudah menjadi peringatan bagi yang melakukan kesalahan?*****

Awali Bisnis Bermodal Rp 635 ribu. Berminat? Hub 0813 5505 2048 PIN 7D3F47E5

0 comments:

Post a Comment