Friday 26 September 2014

Jarum jam sudah menunjukkan pukul 21.00 wita, ketika malam baca puisi itu dimulai. Ini molor dari rencana awal dan kebiasaan mereka yang biasanya memulai acara sekira pukul 20.00 wita.

Belasan penggemar dan penikmat puisi berkumpul di Kafe Baca BPPAUDNI Regional III, Jl Adhyaksa No 2 Makassar, Jumat (26/9/2014). Mereka bergantian membaca puisi. Di awal acara, mereka secara khusus membacakan puisi karya penulis lokal Makassar.

Posisi kursi Kafe Baca dalam ruangan berkapasitas 40 orang itu, didesain secara sederhana. Lampu penerangan pun dibuat temaram, sehingga suasana pembacaan puisi dalam acara bertajuk Malam Sureq itu terasa indah.

Selain tampil sendiri, ada pula peserta yang tampil duet membacakan puisi. Suitan dan pujian dari mereka mewarnai setiap ada yang usai membacakan puisinya. Bahkan, suitan kadang memecah keheningan jika ada kata puisi yang serasa menyentuh atau menyentil salah satu di antara mereka. Mereka umumnya masih mahasiswa/mahasiswa dari berbagai fakultas.

Perempuan-perempuan. Kukecupkan segala ingatan yang menebar aroma kopi dalam jiwaku. Kau membiarkan pahit kopi merasuki jiwaku. Aku tak memintamu menjadi kopi dalam ingatanku. Aroma kopi itu menyebar dari tangan-tangan perempuan yang menyeduhnya. Itu penggalan salah satu puisi.

Ya… membaca puisi adalah cara lain dalam memaknai hubungan seseorang tanpa harus bersentuhan secara fisik. Pesan-pesan yang terkandung dalam sebuah puisi mewakili isi pikiran dan kata hati pembuatnya. Dan itu akan makin akan terasa jika yang membaca juga mampu memaknai dan meresapi pesan-pesan dalam puisi yang dibacakannya.

Menikmati puisi itu laksana menikmati makanan. Ketika orang lain membacakan puisi, maka kita seharusnya berusaha menyimak pesan yang terkandung dalam puisi tersebut. Dan itu sekaligus merupakan penghargaan terhadap puisi itu sendiri. Bahkan, membaca puisi merupakan salah satu cara melepaskan kegelisahan kita.

Awali Bisnis Bermodal Rp 635 ribu. Berminat? Hub 0813 5505 2048 PIN 7D3F47E5

0 comments:

Post a Comment