Monday 13 October 2014

Beberapa hari terakhir ini, Fajar menurunkan berita berkelanjutan di halaman depan soal isu kemampuan seseorang menggandakan uang. Mulai head line hingga second head line-nya. Pemilihan topik tersebut tentu sudah melalui pertimbangan matang dari segala sisi. Bagi saya informasinya sangat menarik. Apalagi, sejumlah nama yang ditulis dalam berita tersebut sering menjadi news maker.

Adalah “kanjeng” yang menjadi tokoh sentral dalam pemberitaan tersebut. Sosok ini diyakini oleh santrinya bisa menggandakan uang. Tentu saja dengan sejumlah syarat yang harus dipenuhi. Salah satu kebiasaan yang mencolok dari kelompok ini adalah melakukan pengajuan secara rutin setiap malam Jumat.

Pengajian dilakukan di rumah salah seorang tokoh Sulsel yang cukup popular di Jl Bontobila Makassar. Dia bukan orang sembarang, seorang cendekia berlatar belakang pendidikan tinggi jebolan universitas ternama di Amerika Serikat. Kegiatan yang sam dilakukan juga di salah satu rumah di bilangan perumahan dosen di Jl Sunu Makassar.

Sejumlah tokoh agama menyayangkan adanya segelintir warga kota yang tergiur dengan iming-iming kaya mendadak dengan cara praktis. Hanya dengan menyetor sejumlah uang sebagai mahar sekaligus sebagai bukti pengakuan sebagai santri. Disebut-sebut juga ada imam yang ikut dalam kelompok tersebut. Percaya atau tidak, ikut bergabung atau tidak dalam kelompok tersebut menjadi urusan pribadi setiap orang.

Karakter sebagian masyarakat urban perkotaan yang mudah tergiur dengan janji-janji manis menjadi lahan tumbuh suburnya praktik semacam ini. Ambil contoh Kospin yang menyebabkan sejumlah nasabahnya menjadi korban. Belum lagi modus serupa yang dilakukan sebuah yayasan juga menjanjikan sejumlah besar uang bagi anggotanya. Semuanya ternyata hanyalah pepesan kosong.

Bahkan, yang teranyar, sebuah lembaga yang menjadikan sebuah ruko di kawasan Jl Hertasning Baru Makassar sebagai secretariat juga sukses meraup puluhan miliar dana milik anggotanya, sebelum bermasalah dan ditangani polisi dan tokoh sentral atau penggerak utama bisnis tersebut divonis bebas di pengadilan dengan alasan perusahaan yang dikelolanya sudah dinyatakan pailit.

Setelah kasusnya meledak dengan bermunculannya pengakuan sejumlah warga yang menjadi korban, kegiatan tersebut perlahan hilang laksana ditelan bumi dan baru akan teringat lagi jika ada kasus serupa muncul dan memakan korban. Berjatuhannya sejumlah korban dengan modus serupa mengonfirmasikan bahwa masyarakat yang menjadi korbannya tidak belajar dari sejumlah kasus serupa yang terjadi sebelumnya.$ Awali Bisnis Bermodal Rp 635 ribu. Berminat? Hub 0813 5505 2048 PIN 7D3F47E5

0 comments:

Post a Comment