Sunday 4 May 2014

Bertepatan peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2014, berita miris sekaligus heroik datang dari Kabupaten Bulukumba. Demi memberangkatkan dua siswanya ikut lomba ilmiah internasional di Turki, guru-guru di SMA Negeri 1 Bulukumba ngutang secara bersama-sama. Ini menjadi kado istimewa bagi dunia pendidikan di Kabupaten Bulukumba. Kado istimewa pemerintah daerah setempat dalam bersikap dan kado istimewa para guru dalam bertindak. Meski dari sisi moralitas tak layak disandingkan.

Saya terkesima membaca judul berita HL Tribun Timur yang terbit di Hari Pendidikan Nasional 2014. Guru SMA Bulukumba Ngutang Berjamaah. Mata saya seolah tak berkedip membaca kata demi kata berita tersebut. Tak ingin ada informasi yang terlewatkan. Awalnya saya miris karena menyangka para guru ramai-ramai ngutang terkait pola konsumtif.

Tetapi saya menjadi lega sekaligus simpati karena mereka lakukan itu untuk membantu murid-murid yang memiliki kemampuan dan kesempatan membawa nama sekolah dan Negara dalam lomba ilmiah internasional yang digelar di Turki. Tanpa dapat dicegah muncul rasa bangga sebagai alumni sekolah tersebut. Meskipun secara fisik guru-guru sekolah tersebut tidaklah mengenal saya yang hanya bagai sebutir debu di antara ribuan alumninya.

Miris yang kedua karena, kedua siswa tersebut, Andi Sutadi Saputra dan Husnul Inayah, sudah harus berangkat ke Turki, padahal mereka tidak punya dana. Pemerintah daerah setempat tak sanggup membantu. Benar-benar miris. Untuk membantu siswa berprestasi yang nota bene akan membawa nama baik daerahnya, tidak bisa memperoleh bantuan. Bandingkan misalnya dengan jalan-jalan alias pelesiran yang dikemas dengan nama studi banding yang menurut saya nyaris tidak ada manfaatnya buat rakyat. Meski pun dana yang mereka gunakan adalah uang rakyat yang diambil dari APBD. Untuk informasi ini saya merasa malu menjadi bagian dari warga Bulukumba meskipun sudah jarang pulang kampung halaman.

Dalih logis pun diapungkan untuk tidak memberi bantuan. Sikap hati-hati yang dikemukakan tentu tidak salah. Tetapi dengan alasan yang sangat jelas dan diperkuat bukti prestasi kedua anak tersebut, tentu bisa ditempuh cara-cara istimewa membantu mereka. Apalagi waktu bagi kedua siswa tersebut sangat kasip. Mengapa untuk hal-hal seperti itu kreativitas untuk memanfaatkan dana tak muncul? Ini berbeda jika penggunaan dana itu kepentingan lain. Kepentingan yang memberi manfaat langsung bagi pengambil keputusan.

Tetapi di balik “ketidakpedulian” pemerintah daerah setempat, ada sikap dan tindakan yang bisa dilakukan hero. Itulah respon para “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” yang justru menunjukkan komitmennya membantu dua siswa berprestasi tersebut hingga bisa berangkat ke Turki. Mereka ramai-ramai mencari utangan demi memberangkatkan anak didik mereka. Demi gengsi sekolah. Bahkan, gengsi dan nama baik Bulukumba.

Mulai Bisnis Hanya Bermodal Rp 635 ribu

0 comments:

Post a Comment