Saturday 17 May 2014

Musabaqah Tilawatil Quran ke 28 tingkat Sulawesi Selatan yang berlangsung di Kabupaten Pinrang, baru saja berakhir. Sayangnya, even tersebut membuat pesertanya kecewa. Hadiah yang diberikan tidak lebih besar dari hadiah untuk kontes ayam ketawa.

Bayangkan, juara satu pelantun ayat suci Al Quran tersebut hanya dihargai Rp 500 ribu, juara dua Rp 300 ribu dan amplop untuk juara tiga hanya disisipi uang senilai Rp 200 ribu. Sungguh miris membaca media yang mengabari fakta tersebut. Hanya seperti itukah penghargaan pemerintah terhadap mereka? Padahal para pemilik suara merdu itu bakal mewakili Sulawesi Selatan pada lomba tingkat nasional. Bahkan jika beruntung akan mewakili Indonesia pada ajang internasional.

Yang membuat hati lebih terenyuh lagi koran tersebut sempat memberitakan juga bahwa ada santri yang dicekik oleh oknum petugas Satpol PP. Anak-anak itu bukan maling. Mereka hanya bertanya, mengapa penghargaan terhadap jerih payah mereka hanya sebesar itu?

Kabar itu mengingatkan saya pada berita yang juga sempat membuat heboh dan menjadi gambaran betapa pemerintah di daerah sangat tidak peka. Saat itu media mengabarkan, guru-guru di SMA Negeri Bulukumba terpaksa ngutang berjamaah untuk membiayai siswanya yang akan mengikuti lomba di Turki. Bantuan baru mengalir setelah media memberitakannya dalam porsi yang lebih besar.

Dan seperti biasa, saling menyalahkan dan lempar tanggungjawabpun menjadi pilihan terbaik bagi panitia penyelenggara. Dan alasan paling klasik pun langsung mengemuka, mereka tidak punya dana yang cukup. Jika dananya tidak cukup mengapa harus dipaksakan untuk diselenggarakan? Bukankah lebih menunda atau membatalkannya saja daripada melahirkan protes yang justru membuat malu?

Kini, urusan itu sudah dianggap selesai setelah Gubernur Sulawesi Selatan turun tangan member sumbangan yang mereka nilai layak. Yup … pemerintah provinsi sudah memberi tambahan hadiah dan sudah diserahkan. Bahkan Pemerintah Kabupaten Luwu Timur pun berbaik hati member hadiah tambahan dalam nominal yang lumayan besar.

Penjelasan Pelaksana Tugas Sekretaris Wilayah Provinsi Sulsel, Abdul Latief, saat penyerahan hadiah tambahan untuk 44 cabang lomba cukup menggelitik. Dia menyebut insiden itu hanya kesalahpahaman antara pihak panitia, dalam hal ini Kemenag Sulsel dengan pemerintah provinsi selaku penyelenggara. Panitia hanya tidak tahu kalau ada uang yang sudah disiapkan.

Nah, lho … bukannya berburuk sangka, jika insiden tidak mendapat porsi pemberitaan yang besar di media massa dan menjadi perhatian public, bakal dikemanakan kira-kira dana yang sudah dialokasikan itu ya? Untung saja kesalahpahaman itu mencuat ke permukaan.

Pesan penting dari berbagai insiden yang harus diwaspadai adalah, jika ada yang merasa diperlakukan “tidak benar” maka cara terbaik yang harus lakukan berbuat sesuatu yang bisa “membuat malu” mereka yang seharusnya bertanggung jawab. Kasus guru-guru SMA Begeri 1 Bulukumba yang ngutang berjamaah dan protes para ahlul quran bisa menjadi acuannya. Jika ini yang tertanam di benak publik, maka itu menjadi sinyal yang amat sangat berbahaya buat negeri ini ke depan.

Awali Bisnis Bermodal Rp 635 ribu. Berminat SMS ke 0813 4356 1848

0 comments:

Post a Comment