Sunday 8 September 2013

Ibarat pepatah, anjing menggonggong kafilah berlalu. Itulah perumpamaan yang paling tepat disematkan pada penyelenggaraan Miss World di Bali. Hajatan puncak acara yang awalnya direncanakan berlangsung di Bogor memang sudah dibatalkan. Tetapi bukankah Bali juga masih tetap bagian dari Indonesia seperti halnya Bogor?

Sejak rencana penyelenggaraan Miss World di Indonesia bergulir dan menjadi konsumsi publik, sejumlah elemen masyarakat langsung reaksi yang pada intinya menolak penyelenggaraan even tersebut dilangsungkan di Indonesia. Alasannya pun sangat sederhana. Kegiatan itu tidak sejalan dengan budaya negeri ini. Dan tidak jelas apa manfaatnya buat rakyat negeri ini.

Sejumlah organisasi kemasyarakatan, khususnya yang bernafaskan Islam, sudah menyatakan penolakannya. Bahkan organisasi yang selama ini banyak memback up kebijakan pemerintah pun sudah menyatakan penolakannya terhadap penyelenggaraan kegiatan tersebut di Indonesia.

Namun semua imbauan dan peringatan dari berbagai organisasi kemasyarakata itu laksana angin lalu. Ajang akan tetap berlangsung sesuai rencana panitia. Bahkan, beberapa tahapan sudah berjalan. Kalau pun ada yang berubah, hanya tempat penyeleggaraan puncak acara tidak jadi dilaksanakan di Bogor. Semuanya dilakukan di Bali.

Berbagai alasan pembenaran dikemukakan oleh mereka yang setuju dengan even yang mengumbar aurat perempuan itu. Dianggapnya pamer aurat yang merendahkan martabat perempuan sebagai salah cara untuk meningkatkan citra pariwisata Indonesia.

Penyelenggara menyebutkan bahwa jika pada penyelenggaraan Miss World selama ini, bikini selalu menjadi salah satu pakaian wajib para peserta, maka pada penyelenggaraan kali ini bakal dihilangka dan diganti dengan busana khas Indonesia. Peserta bakal mengenakan sarung.

Untuk menghibur warga, penyelenggara menyebut sedikitnya ada 40 desainer Indonesia akan terlibat dalam even tersebut. Hasil racangan mereka bakal dikenakan oleh peserta. Dan penyelenggara mengklaim itu merupakan salah satu keuntungan Miss World diselenggarakan di Indonesia.

Ketika penyelenggara bersikukuh tetap menyelenggarakan kegiatan tersebut karena tidak ingin kehilangan muka di luar negeri, sejumlah orgaisasi Islam juga menyatakan tetap akan melakukan protes. Acaman aksi penolakan itu tentu saja sangat berpotensi memicu gesekan.

Satu hal yang sangat disayangkan terkait penyelenggaraan Miss World di Indonesia ini. Penolakan yang disuarakan Majelis Ulama Indonesia tidak mampu memaksa penyeleggara untuk menghentikan hajatannya mengumbar aurat. Padahal, selama ini pemerintah selalu menempatkan rekomendasi MUI untuk meyakinkan rakyat bahwa tindakan yang diambil sudah sejalan dengaa norma-norma Islam. Tetapi kali ini, penolakan MUI tidak digubris.

Atau jangan-jangan sikap acuh itu sudah menjadi cerminan sikap pemerintah yang sesungguhnya terhadap keberadaan dan wibawa MUI dalam memutuskan sesuatu yang terkait dengan kemaslahatan rakyat banyak. Jika rekomendasi itu dinilai mengutungkan maka persetujuan MUI bakal dijadika bagia dari alat legitimasi, namu jika itu bertentangan dengan skenario yang disusun pemerintah maka peringata MUI akan diabaikan.

Jika penolakan ormas Islam itu tetap dilakukan dalam bentuk unjuk rasa dan penyelenggara yang didukung pemerintah tetap bersikukuh mewujudkan rencananya menggelar pamer aurat, kita berharap tidak menimbulka masalah yang justru merugikan rakyat kebanyakan.

0 comments:

Post a Comment