Tuesday 10 September 2013

Satu lagi produk perda yang dilahirkan Pemerintah Kota Makassar. Wali Kota Makassar Ilham Arief Sirajuddin dan Ketua DPRD Kota Makassar Farouk M Betta sudah menandatangani perda larangan merokok di tempat umum tersebut.

Dan seperti biasa, peraturan yang dikeluarkan pemeritah kota itu tidak serta merta diapresiasi oleh warga kota. Sebelum peraturan diimplementasikan, nada minor sudah mengapung. Khususnya dari perokok berat. Bagi mereka, rokok sudah merupakan salah satu kebutuhan pokok. Bahkan, cenderung menjadi sebuah kewajiban. Tidak peduli risiko yang ditimbulkannya.

Niat pemerintah melarang merokok di tempat-tempat umum sebenarnya bertujuan baik. Bahkan sangat baik dilihat dari sisi kesehatan. Untuk melindungi mereka yang bukan perokok agar tidak terpapar dampak negatif asap rokok yang berseliwerang. Khususnya di tempat-tempat umum. Apatah lagi, di area pendidikan ataupun tempat bermain anak-anak.

Ini bukan soal membatasi kebebasan para perokok menikmati kepulan asap. Tetapi hanya mengatur agar kekebebasan merokok itu tidak melanggar kebebasan warga lain, khususnya yang bukan perokok.

Setiap orang memang berhak untuk menjadi perokok atau tidak. Hanya saja, kebebasan itu bukan tak berbatas. Artinya, kebebesan seseorang selalu dibatasi oleh kebebasan orang lain. Dan dua-duanya harus dihormati.

Beberapa waktu lalu, seorang teman yang perokok berat, ketika sedang asyik ngobol, tiba-tiba menyela pembicaraan sekadar minta izin untuk merokok di tempat itu. Hanya satu orang yang bereaksi dan menyatakan penolakannya karena tidak ingin diganggu asap rokok. Akibatnya, terjadi perdebatan kecil nan seru.

Mereka pun adu argumentasi. Si perokok mengatakan, penolakan itu membatasi kekebasannya untuk menikmati kesenangannya merokok. Dan itu sebuah pelanggaran. Kenapa harus melarang. Bukankah risiko merokok bakal ditanggung sendiri. Namun dia lupa, justru risiko itulah yang menjadi pangkal penolakan kawan yang satunya. Jawabannya sangat sederhana, namun cukup mengena.

Silakan merokok karena itu hak Anda. Hanya saja, jangan di tempat ini. Karena itu mengganggu kebebasan saya untuk tidak terpapar asap rokok. Kalaupun ngotot tetap mau merokok di tempat ini, silakan. Tetapi tolong asap rokoknya ditelan sekalian dan dinikmati sendiri agar kemerdekaan saya untuk terbebas dari asap rokok tetap terjaga. Adilkan?

Intinya, sebesar apapun kebebasan yang Anda miliki selalu dibatasi oleh kebebasan orang lain. So mari saling menghargai.

Kembali ke soal perda larangan merokok di tempat umum. Ini menjadi tantangan super berat Pemerintah Kota Makassar utuk menerapkannya. Soalnya, sudah ada beberapa perda yang tidak bisa diterapkan. Alias hanya menjadi macan ompong dan aksesori saja.

Yang terbaru adalah aturan larangan parkir di bahu jalan, kini sudah tidak terdengar lagi kabarya. Bahka, jauh sebelumya, ada laraga membuag sampah juga tak bertaring. Semuanya nyaris hanya menjadi barang pajangan semata. Dibuat untuk dilanggar.

0 comments:

Post a Comment