Tuesday 31 March 2015

Pemerintah menetapkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) naik lagi per 27 Maret 2015. Untuk menekan dampak ikutan berupa naiknya barang kebutuhan, Menteri Perhubungan Ignatius Jonan melarang perusahaan transportasi menaikkan tarif.

Perusahaan angkutan, khususnya angkutan kota, sudah terbiasa melakukan “penyesuaian” tarif secara sepihak jika terjadi kenaikan harga BBM. Mereka selalu berdalih bahwa, kenaikan itu berakibat langsung pada meningkatnya biaya operasional mereka tanpa menunggu keputusan organisasi yang menaunginya. Dan rakyat sebagai pengguna jasa biasanya tidak mampu menolak.

Sayangnya, penyesuaian tarif secara sepihak itu biasanya hanya dilakukan jika terjadi kenaikan harga BBM, namun saat terjadi penurunan harga BBM, sopir angkot tidak serta merta melakukan penyesuaian tarif dengan alasan menunggu keputusan dari Organda yang menaungi mereka.

Bahkan jika keputusan penyesuaian itupun sudah turun, para sopir tetap saja memberlakukan tarif lama setelah kenaikan. Alasannya sangat sederhana, tidak ada uang receh untuk kembalian. Artinya, penumpang tetap saja membayar Rp 5.000 meski tarif yang berlaku hanya Rp 4.500. Dan masyarakat pun, perlahan menjadi permisif dan ikhlas membayar.

Kenaikan harga BBM kali ini sepertinya tidak terlalu berpengaruh secara langsung kepada masyarakat, khususnya pengguna kendaraan umum dalam beraktivitas. Mungkin para sopir juga menyadari bahwa tarif yang mereka berlakukan sudah di atas tarif sesungguhnya yang ditetapkan Organda. Kendati demikian, pemerintah harus tetap mengetatkan kontrol agar harga barang kebutuhan tidak bergerak naik.

Itu penting dilakukan karena, bulan Ramadan dan Idul Fitri sudah menjelang. Tiga bulan ke depan umat Islam akan memasuki bulan suci Ramadan. Saat yang biasanya ditunggu-tunggu para pedagang sebagai momentum untuk menaikkan harga barang dagangannya.

Bisnis Bermodal Rp 635 ribu. Berminat? Hub 0813 5505 2048 PIN 7D3F47E5

0 comments:

Post a Comment