Thursday 11 July 2013

Setiap penerimaan siswa baru, saban tahun, keluhan orang tua terkait pembayaran aneka ragam kebutuhan anak yang diberlakukan sekolah selalu saja menjadi bumbu kegiatan rutin tersebut. Ini sangat ironis, karena di saat yang sama pemerintah justru gencar berceloteh tentang pendidikan gratis.

Program pendidikan gratis memang tidak berarti semuanya serba gratis. Namun itu menjadi ironi karena tetap saja ada beban pungutan yang memberatkan orang tua ketika anak-anak mereka memasuki sekolah baru.

Keluhan orang tua terkait biaya yang harus mereka keluarkan menjadi salah satu isu yang banyak diberitakan media. Ini terjadi di sejumlah daerah kabupaten dan kota. Besaran biaya yang mereka harus keluarkan pun beragam.

Mulai dari pembayaran harga baju seragam yang harus dibeli melalui koperasi sekolah hingga pungutan yang dikemas dalam balutan kata partisipasi. Kata manis untuk menyiasati tamsil pungutan liar.

Di SMA 14 Salassae Kecamatan Bulukumpa, Kabupaten Bulukumba, seperti yang dilansir Tribun (Kamis, 11 Juli 2013), sekolah tersebut menetapkan biaya masuk yang membuat pusing orang tua siswa baru di tengah himpitan kenaikan harga barang sebagai dampak kenaikan harga Bahan Bakar Minyak.

Di sekolah tersebut, orang tua setiap siswa baru dibebani biaya sebesar Rp 825 ribu dengan rincian seragam batik dan olaha raga sebesar Rp 250 ribu, biaya meja dan kursi senilai Rp 300 ribu, dan SPP Rp 75 ribu, serta biaya partisipasi pengadaan tanah dan bangunan sekolah sebesar Rp 200.000. Nah, biaya pengadaan tanah dan bangunan sekolah pun dibebankan kepada siswa baru yang dikemas dengan kalimat pemanis, biaya partisipasi, agar terkesan itu bukan paksaan.

Pemerintah harusnya segera tanggap dengan keluhan itu. Tidak tinggal diam membiarkan rakyat makin terbebani di tengah tingginya biaya hidup yang harus dikeluarkan. Bukankah rakyat sudah dipaksa berkorban menanggung dampak kenaikan harga bahan bakar minyak yang dilakukan pemerintah? Jangan tunggu rakyat bertindak sendiri sebagai reaksi dari ketidakmampuan mereka menanggung beban yang dipaksakan. Apalagi masih segar dalam ingatan mereka, saat kampanye pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, beberapa waktu lalu. Mereka dininabobokkan dengan jualan pendidikan gratis.(Rusdy Embas)

0 comments:

Post a Comment