Wednesday 31 July 2013

Ketika sebagian orang masih duduk di masjid memperbanyak amaliah Ramadan mereka. Berzikir mengagungkan asma Allah, sekelompok orang justru melakukan penganiayaan terhadap sesamanya. Petugas Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) yang sedang menjalankan tugasnya di Kantor Bupati Gowa diserang sampai babak belur. Kenapa emosi begitu mudah tersulut?

Ini sebuah ironi. Berselang sejam setelah penyerangan, Bupati Gowa Ichsan Yasin Limpo, tiba di kantor bupati dan menengarai pelaku penyerangan adalah oknum polisi. Itu terkait dengan peristiwa yang terjadi sebelumnya.

Kecurigaan Ichsan itu tidak sulit ditarik benang merahnya. Sebelumnya, beredar kabar, seorang polisi dipukul oleh oknum petugas Satpol Gowa. Insiden bermula dari senggolan mobil yang mereka kendarai. Dan nyaris menjadi kebiasaan buruk, setiap insiden yang melibatkan pribadi petugas akan diikuti rentetan peristiwa lain yang saling terkait.

Untuk menegakkan “harga diri” kelompok maka aksi balas dendam biasanya akan dilakukan secara bersama-sama. Alasan pembenaran bisa dicari untuk untuk melegitimasi perbuatan itu atas nama membela anggota dengan mengedepankan semangat korps.

Beberapa jam setelah penyerangan kantor Bupati Gowa, di Mapoltabes Makassar berlangsung apel mendadak yang konon dilakukan atas perintah Kapolda Sulsel. Sebelum apel dilakukan, polisi mendatangkan Satpol PP yang menjadi korban serangan dalam insiden tersebut.

Dalam apel tersebut, Sang Satpol diminta mengamati semua wajah polisi peserta apel. Untuk memastikan apakah ada di antara mereka yang melakukan penyerangan?

Niat baik polisi mendatang korban untuk memastikan kemungkinan adanya oknum polisi yang terlibat penyerangan patut diapresiasi. Tetapi mungkinkah polisi yang sementara bertugas melakukan penyerangan yang tidak terkait dengan tugas pokok mereka? Hanya mereka yang tahu jawabannya.

Menarik ditunggu ending dari penyelesaian insiden ini. Karena Bupati Gowa sudah mengultimatum polisi harus bisa menangkap pelakunya dalam waktu tiga hari.

Ah…. mengapa kebencian begitu mudah terlusut di negeri ini. Kemanakah wibawa para ulil amri? Ataukah memang tak ada lagi di antara mereka yang layak didengar sebagai pengayom rakyat?(Rusdy Embas)

0 comments:

Post a Comment