Wednesday 21 January 2015

Keputusan menurunkan tarif angkot alias petepete dari Rp 5.000 menjadi Rp 4.500 sepertinya tidak bakal efektif. Saat memutuskan tarif tersebut, mungkin para pihak yang bertanggung jawab terhadap penetapan tarif baru mengabaikan perilaku sebagian sopir dalam berinteraksi dengan penumpang maupun calon penumpang.

Kata-kata kasar. Bahkan cenderung hinaan acap terlontar dari mulut sejumlah sopir angkot terhadap penumpangnya. Sebut misalnya, jika ada penumpang yang kadang membawa uang pecahan besar saat naik angkot dan di saat bersamaan sang sopir tidak memiliki uang kembalian yang cukup maka biasanya sebagian sopir bakal mengumpat.

Bahkan, saya pernah mendengar seorang sopir memaki dan mengatakan, jalan kaki ko saja jika tidak punya uang. Ini sangat memprihatinkan padahal saya yakin ibu itu mau membayar tetapi memang tidak memiliki uang kecil.

Meski sopir mengaku ingin memberlakukan tarif baru Rp 4.500 seperti yang ditetapkan Organda, namun nantinya bakal ada ruang yang sangat luas bagi sang sopir untuk dijadikan alasan untuk tetap memberlakukan tarif Rp 5.000. Misalnya, tidak ada uang kembalian Rp 500. Artinya, penumpang tetap saja mengeluarkan uang Rp 5.000.

Harusnya para penentu kebijakan sudah memikirkan kemungkinan ini. Tetapi sulit juga mengharapkan mereka membuat keputusan dengan pertimbangan detail seperti itu karena tidak pernah merasakan apalagi menyelami bagaiman suka dukanya menjadi penumpang angkot dan berhadapan dengan sikap sopir yang beragam karakter.

Akhirnya, sulit menyebut kebijakan penyesuaian tarif berpihka kepada rakyat dan lebih cocok disebut sekadar hiburan untuk meredam gejolak hati para penumpang yang masih mengandalkan angkot sebagai alat transportasinya.*****

Awali Bisnis Bermodal Rp 635 ribu. Berminat? Hub 0813 5505 2048 PIN 7D3F47E5

0 comments:

Post a Comment