Monday 2 February 2015

Dua hari terakhir, aparat keamanan yang jadi sasaran kekerasan di jalanan. Sedikitnya, tiga aparat yang jadi korban. Ada apa dengan kota ini? Begitu mahalnyakah yang namanya keamanan buat warga?

Aparat keamanan seolah tak berdaya mengatasi aksi kekerasan yang dilakukan kelompok-kelompok pembuat onar di jalanan. Kini, bukan hanya warga sipil yang jadi korban mereka. Tetapi petugas pun tak luput dari serangan para peneror.

Setelah anggota Brimob yang kena tikaman di ujung Jl Andi Tonro-Jl Alauddin dan anggota TNI yang dikeroyok oleh sejumlah orang di Pantai Losari. Kini, giliran seorang polwan yang kena sasaran kekerasan. Pahanya tertancap anak panah. Pelakunya, anak muda yang mengendarai sepeda motor tidak berpelat nomor.

Aneka pertanyaan yang nyaris berulang, mencuat lagi ke permukaan terkait masih terus berlangsungnya aksi kekerasan di jalanan. Mengapa kekerasan terus terjadi? Apakah petugas mengabaikan dan memandang sebelah mata kehadiran mereka? Ataukah cara menangani peneror yang tertangkap tidak efektif sehingga tidak menimbulkan efek jera? Hanya petugaslah yang tahu jawaban pastinya.

Jika cara yang telah ditempuh untuk melumpuhkan aksi para peneror warga Kota Makassar yang kian hari makin berani, bahkan cenderung nekad dan tidak memilih tempat dan waktu serta sasaran lagi, mungkin sudah saatnya dilakukan cara-cara khusus untuk menghentikan prilaku bar-bar mereka. Bayangkan saja, seorang wanita pengendara sepeda motor dan mobil pun kadang menjadi target mereka dalam beraksi.

Jika para terduga teroris bisa diendus bahkan diringkus hingga ke pelosok desa nun terpencil jauh, mengapa mereka yang bergerak di dalam Kota Makassar tidak bisa dilumpuhkan?

Kita memang tak boleh tutup mata bahwa polisi sudah bekerja. Melakukan berbagai upaya untuk membasmi mereka. Menggelar patrol rutin di tempat-tempat yang berpotensi terjadinya target para peneror. Tetapi fakta yang tersaji, korban terus saja berjatuhan.

Pernah suatu masa, ketika marak aksi premanisme di negeri ini, muncul yang namanya petrus alias penembak misterius seakan menjadi pahlawan pembasmi pelaku teror. Korbannya seolah terseleksi dengan rapi. Nyaris semua korban penembakan adalah mereka yang ditengarai sering menjadi peletup kekerasan.

Kala itu, tak jarang kita mendengar berita, ada pria yang berbadan besar bertabur tato tiba-tiba ditemukan tewas terkena tembakan. Entah oleh siapa. Hebatnya, nyaris tidak ada yang memrotes pelaku penembakan yang menyebabkan biang kerok itu harus meregang nyawa. Karena pelaku penembakan justru melahirkan rasa aman bagi warga.

Bukan menyarankan melakukan cara-cara seperti itu untuk menghentikan aksi brutal mereka, karena hanya cocok dilakukan pada zaman itu. Kini eranya sudah beda, sehingga cara pun tentu harus diperbarui pula. Yang terpenting adalah aksi teror terhadap warga hilang dan warga merasa nyaman beraktivitas. Baik siang maupun malam hari.*****

Bisnis Bermodal Rp 635 ribu. Berminat? Hub 0813 5505 2048 PIN 7D3F47E5

0 comments:

Post a Comment