Tuesday 3 February 2015

Laju taksi bercat hitam itu melambat ketika mengarah ke tempat saya menunggu. Di lambungnya tertera tulisan angka bernomor 400-an lebih. Saya menduga, mobil yang akan saya tumpangi ini termasuk gelombang armada baru taksi itu. Jarum jam menunjukkan pukul 23.15 wita, Senin (2/2/2015). Malam beringsut menuju dini hari.

Dalam hitungan detik, saya sudah duduk di jok belakang sembari menyebut alamat tujuan. Taksi pun berjalan pelan, mata saya tertuju ke tangan sang sopir memencet tombol pengaktifan argo. Aneh! Angka pertama yang tertera adalah Rp 7.500. Itu artinya, tarif buka pintu adalah Rp 7.500. Otak saya bekerja cepat. Itu tarif lama, ketika harga pemerinah memberlakukan tarif baru BBM. Tetapi bukankah pemerintah sudah membuat keputusan terbaru yang menyesuaian tarif sejak harga BBM turun lagi?

Dialog pun terjadi. Kenapa tarif buka pintunya masih menggunakan tarif lama Pak? Sang sopir spontan menjawab bahwa belum ada keputusan dari kantor pusat untuk mengubah harga yang sudah diset di argo. Soal pertanyaan saya tentang keputusan pemerintah daerah yang sudah menyesuaian tarif, sang sopir tak memberi jawaban. Sayapun mencoba melupakannya saja.

Tetapi kenyataan dan pernyataan sopir itu tidak membuat pikiran saya tenang dan menerimanya secara membabi buta. Pikiran saya justru mengembara sejenak ke sejumlah insiden yang tidak mengenakkan ketika pemerintah memutuskan menaikkan harga BBM. Kala itu, sekelompok orang yang mengklaim diri berjuang untuk kepentingan rakyat dengan menutup jalan umum sembari memaki-maki pemerintah karena menaikkan harga BBM yang dianggapnya bakal membuat rakyat kesulitan.

Mereka menuntut pemerintah membatalkan kenaikan harga BBM karena hanya akan membuat rakyat susah. Tetapi sekarang, ketika pemerintah merevisi harga BBM dan pelaku bisnis membandel tetap memberlakukan tarif lama mahal yang sebenarnya telah direvisi pemerintah bersama organisasinya, para pengunjuk rasa tidak nongol membela kepentingan rakyat. Mereka pun ngumpet ketika sopir pete-pete tidak bersedia menurunkan tarifnya sesuai ketentuan pemerintah. Namun semua itu coba saya lupakan.

Keesokan harinya, Selasa (3/2/2015), saya menggunakan lagi jasa taksi untuk pulang ke rumah. Tapi kali ini memilih taksi berwarna biru. Bosowa. Di bawah guyuran hujan deras, taksi berjalan pelan menghindari jalan bopeng yang banyak bertebaran di Kota Makassar. Saat sopir menekan tombol argonya saya hanya diam karena taksi milik Bosowa Grup ini ternyata seudah memberlakukan tarif baru. Angka pertama yang tertera hanya Rp 6.000. Berbeda dengan taksi milik mantan aktivis semasa mahasiswa, yang saya tumpangi sehari sebelumnya yang masih menggunakan tarif lama. Hasilnya, setelah menempuh perjalan dengan jarak sama, ada selisih tarif yang harus saya bayar sebesar Rp 17.000. Lumayan kan untuk tambahan beli bensin.

Selamat datang taksi yang berjanji akan mengaspal di Makassar bulan ini. Itu baik bagi kami agar ada pilihan untuk menghindar dari taksi yang bandel dan mau untunhg sendiri. Hehehehehehe…….***** Bisnis Bermodal Rp 635 ribu. Berminat? Hub 0813 5505 2048 PIN 7D3F47E5

0 comments:

Post a Comment